Nurdin Halid Menang Gugatan di PTUN, Prof Jimly Asshiddiqie Minta Presiden Tuntaskan Dualisme Dekopin

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie (kiri) dan Ketua Umum Dekopin Dr. (Hc). Drs. H.A.M Nurdin Halid (kanan) dalam jumpa pers di Jakarta (12/1/2021).

Jakarta, dekopin.co – Gagasan dan inisiatif Ketua Umum Dekopin Dr. (Hc). Drs. H.A.M Nurdin Halid mengusulkan 18 Agustus sebagai Hari Ekonomi Pancasila mendapat dukungan dari pakar hukum Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie. Guru Besar Hukum Univesitas Indonesia itu menyatakan gagasan tersebut sangat penting diperjuangkan oleh gerakan koperasi Indonesia.

“Saya tertarik dan mendukung gagasan Pak Nurdin (Halid) agar ada Hari Ekonomi Pancasila sebagai acuan pokok pembuatan regulasi dan kebijakan pembangunan nasional di bidang ekonomi,” ujar Jimly dalam Rapat Pimpinan Harian Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang digelar secara virtual, Sabtu (14/8/2021).

Selain penting sebagai ideologi ekonomi NKRI, Jimly juga melihat arti penting Ekonomi Pancasila di masa datang. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, bangsa dan negara Indonesia harus memiliki pegangan yang jelas dan kuat dalam menghadapi perubahan tata dunia baru pasca pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian.

“Sistem Ekonomi Pancasila ini menjadi bertambah penting karena bakal terjadi perubahan besar-besaran pasca pandemi Covid-19. Perubahan fundamental itu tidak hanya dalam bidang ekonomi global, tetapi juga meningkatnya konstelasi persaingan antara kekuatan-kekuatan besar dunia. Jadi, Bangsa kita harus memperkuat sistem kita (Ekonomi Pancasila) agar tak terombang-ambing oleh perubahan-perubahan besar di masa datang,” kata Prof. Jimly, penulis Buku Ekonomi Konstitusi, itu.

Hanya saja, Jimly meminta Dekopin agar melakukan kajian mendalam terkait tanggal sebelum diajukan kepada Presiden. “Perlu dicari tanggal yang pas karena tanggal 18 Agustus sudah ditetapkan sebagai Hari Konstitusi. Itu penting sebelum inisiatif ini diajukan kepada Presiden,” Jimly menjelaskan.

Dukungan terhadap gagasan dan inisiatif Nurdin Halid tentang Hari Ekonomi Pancasila juga datang dari Idris Laena, Ketua Fraksi Golkar di MPR. Menurut anggota Komisi VI DPR RI yang membidangi koperasi ini, ide tentang Hari Ekonomi Pancasila penting untuk diperjuangkan oleh gerakan koperasi Indonesia.

“Saya sepakat dengan Prof. Jimly bahwa Hari Ekonomi Pancasila itu penting diperjuangkan oleh Dekopin sebagai wadah tunggal Gerakan Koperasi Indonesia. Hanya perlu dikaji lagi hari lain di luar tanggal 18 Agustus sebagai hari yang paling cocok untuk Hari Ekonomi Pancasila,” ujar Idris Laena.

Refleksi 76 Tahun RI

Gagasan dan inisiatif memperjuangkan Hari Ekonomi Pancasila dikemukakan pertama kali oleh Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia Dr. (Hc). Drs. H.A.M Nurdin Halid dalam pidato kebangsaan saat acara puncak Hari Koperasi Nasional (Harkopnas), 12 Juli 2021. Dikatakan, penetapan Hari Ekonomi Pancasila adalah bentuk nyata gerakan koperasi menjaga dan mengawal jatidiri koperasi yang sudah ditetapkan dalam Pasal 33 UUD 1945.

“Para Bapak Bangsa sudah menetapkan sistem dan politik sosial ekonomi NKRI dalam Pasal 33 sebagai produk turunan langsung dari Pancasila dan Tujuan Negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,” demikian Nurdin Halid.

“Keberadaan Pasal 33 dengan asas kekeluargaan koperasi pada Ayat (1) lahir dari alur pemikiran sistematis dari para Bapak Bangsa. Bahwa untuk mewujutkan ‘keadilan sosial’ (dalam Pancasila) dan ‘memajukan kesejahteraan umum’ (dalam Tujuan Negara) harus melalui jalan koperasi (bukan kapitalisme), yang ditopang oleh penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan kekayaan alam,” ujar Nurdin Halid.

Nurdin Halid bercerita, gagasan itu bermula dari hasil refleksi atas sejarah perjuangan Bangsa serta dinamika perkembangan nasional dan global. Terjadi jurang yang lebar antara cita-cita Kemerdekaan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dengan realitas perjalanan negara dan bangsa.

Negara dan bangsa Indonesia yang luas dan kaya sumber daya alam serta budaya masih dihimpit masalah kemiskinan, penganggruran, ketimpangan sosial dan wilayah, eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali, mutu pendidikan, gizi buruk, dan berbagai masalah sosial.

Mengapa? Jawaban Nurdin Halid: pasti ada yang salah! Menurutnya, berbagai persoalan bangsa ini, terutama di bidang sosial ekonomi, disebabkan karena telah terjadi pengingkaran terhadap nilai-nilai substansial dalam Pancasila dan Konstitusi UUD 1945.

“Saya percaya, jika arah pembangunan nasional selama 76 tahun Indonesia Merdeka, benar-benar dipandu oleh nilai-nilai Pancasila dan diatur dan dilaksanakan sesuai patokan-patokan dasar dalam Konstitusi, niscaya keadilan dan kesejahteraan sosial jauh lebih baik dari hari ini,” papar Nurdin Halid.

Dari refleksi itu, lanjut Nurdin Halid, dibentuklah tim kecil untuk melakukan kajian akademis tentang arti penting Ekonomi Pancasila bagi Indonesia dan mengapa perlu ada Hari Ekonomi Pancasila. Kajian tentang Ekonomi Pancasila sendiri sudah banyak dilakukan oleh ekonom, pusat studi, dan kampus-kampus.

Fokus kajian mereka umumnya berpusat pada Ekonomi Pancasila sebagai sistem yang diatur dalam bentuk Undang-Undang dan Ekonomi Pancasila sebagai kebijakan (Pemerintah). Beberapa pakar ekonomi yang mengkaji secara mendalam tentang Ekonomi Pancasila antara lain Prof. Dr. Emil Salim, Prof. Dr. Mubyarto, Prof. Dr. Dawam Rahardjo, Dr. Sjahrir, Prof. Dr. Boediono, Prof. Dr. Thoby Mutis, Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika, hingga Dr. Arif Budimanta dengan bukunya berjudul ‘Pancasilanomic’ (2019).

“Intinya, Sistem Ekonomi Pancasila paling cocok untuk Indonesia. Bukan sistem ekonomi kapitalis dan bukan juga ekonomi sosialis. Sebab, Ekonomi Pancasila menekankan asas kekeluargaan, solidaritas, egalitarisme, moralitas, dan keadilan sosial. Jadi, roda perekonomian Indonesia harus digerakkan oleh motif ekonomi sekaligus nilai-nilai moral dan sosial dalam Pancasila yang sudah menjadi falsafah dan ideologi Bangsa Indonesia,” kata Nurdin Halid.

Mantan pemimpin umum majalah Prisma, Dawam Raharjo selalu mewanti-wanti penerapan sistem ekonomi pasar di Indonesia. Meskipun sistem ekonomi pasar mengagungkan kebebasan (laissez faire), namun di dalamnya termuat kekerasan struktural, monopoli, konglomerasi, kolonialisme, imperialisme, marginalisasi masyarakat, erosi budaya lokal, pengangguran, dan kemiskinan.

Dawam Rahardjo sendiri mendukung ide Ekonomi Pancasila yang dicetuskan oleh Mubyarto. Beberapa alasan yang dikemukakan Dawan Rahardjo antara lain: pertama, Pancasila dan Ekonomi Pancasila lahir dari pengalaman sejarah Indonesia dan sejarah rakyat yang tertindas. Kedua, gagasan Ekonomi Pancasila berakar dari pemikiran orang-orang Indonesia sendiri. Ketiga, Ekonomi Pancasila adalah salah satu gagasan alternatif atau salah satu bentuk nyata dari gagasan ‘jalan ketiga’ yang mengatasi pemikiran ‘kanan dan kiri” (beyond right and left) . Keempat, Ekonomi Pancasila sejalan dengan pemikiran-pemikiran baru mengenai pembangunan internasional dan karena itu mengandung nilai aktualitas, relevansi, dan otentisitas.

Gerakan Membumikan Pancasila

Lebih jauh, Nurdin Halid menjelaskan alasan Dekopin sebagai wadah Gerakan koperasi Indonesia menginisiasi dan memperjuangkan Hari Ekonomi Pancasila. Dikatakan, landasan idiil dan moral Ekonomi Pancasila adalah nilai-nilai dasar dalam Pancasila itu sendiri, khususnya Sila II dan Sila V, serta Tujuan Negara yang kedua dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu ‘Memajukan Kesejahteraan Umum’.

Landasan idiil itu kemudian diturunkan pada Batang Tubuh UUD 1945. Pertama, Pasal 27 tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kedua, Pasal 33 mengenai asas dan sistem ekonomi nasional. Ketiga, Pasal 34 tentang fakir miskin dan anak terlantar yang harus dipelihara oleh negara.

“Tulang punggung Ekonomi Pancasila itu tentu saja Pasal 33. Pasal 33 Ayat 1 yang asli mengamanatkan tiga hal. Pertama, sistem perekonomian nasional. Kedua, asas kekeluargaan sebagai roh dari perekonomian nasional. Ketiga, dalam Bagian Penjelasan, disebutkan dengan sangat terang-benderang bahwa koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok karena sistem menjamin keadilan dan kesejahteraan bersama secara berkelanjutan,” papar Nurdin Halid.

Nurdin Halid memaparkan bahwa landasan moral dan sosial dalam Ekonomi Pancasila justru terurai secara rinci dalam sistem ekonomi koperasi. Nilai-nilai fundamental dalam lima sila Pancasila terhubung secara langsung maupun tidak langsung dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam koperasi yaitu keadilan, persamaan atau kesetaraan, kejujuran, solidaritas, kerjasama, dan kemandirian.

“Itulah argumentasi pokok mengapa Dekopin menginisiasi agar Pemerintah menetapkan Hari Ekonomi Pancasila. Untuk mengingatkan segenap komponen bangsa, khususnya lembaga legislatif sebagai pembuat regulasi, lembaga eksekutif sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan, serta lembaga yudikatif sebagai penjaga tegaknya regulasi. Pesannya, bahwa negara ini berdiri di atas pondasi Pancasila dan memiliki patokan-patokan dasar dalam Konstitusi. Berjalan saja konsisten di dua rel itu, maka negara bangsa kita akan surfive, maju, adil, dan makmur,” kata Nurdin Halid.

Seperti dikatakan sejumlah ekonom, ketika sistem ekonomi sosialisme dan komunisme runtuh pada akhir 1990-an, disusul gejala kegagalan kapitalisme muncul sejak krisis tahun 2007, maka sistem Ekonomi Pancasila sepatutnya dipromosikan sebagai sistem sosial-ekonomi baru. Bukan hanya untuk mengimbangi ataupun menekan dampak buruk sistem kapitalisme yang terbukti gagal menghadirkan keadilan, bahkan biang pemanasan global.

Tetapi lebih jauh dari itu, seperti diingatkan Prof. Jimly Asshidiqie, bahwa Ekonomi Pancasila menjadi penting diperjuangkan oleh gerakan koperasi untuk membentengi diri negara bangsa kita dari arus perubahan besar-besaran pasca pandemi Covid-19.

Kata Nurdin Halid: “Hari Ekonomi Pancasila adalah salah satu cara merawat, membumikan, dan mengabadikan ideologi Pancasila dalam dan melalui sektor ekonomi.”

Nurdin Halid menambahkan, tim kajian Dekopin kini sedang mengkaji dan melakukan diskusi lebih lanjut untuk menentukan tanggal yang tepat Hari Ekonomi Pancasila. Hasil kajian akan dibahas dan ditetapkan dalam Rapimnas Dekopin awal September 2021. Dari hasil kajian akademis tentang substansi dan tanggal yang cocok untuk Hari Ekonomi Pancasila, Dekopin segera ajukan secara resmi kepada Pemerintah.

“Tadinya, kami memilih tanggal 18 Agustus karena dasar negara Pancasila dan UUD 1945 disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun, karena tanggal 18 Agustus sudah ditetapkan sebagai Hari Konstitusi, maka kami harus mengkaji tanggal lain yang paling tepat seperti yang disampaikan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie dan Pak Idris Laena,” pungkas Nurdin Halid.

Penulis: Yosef Tor Tulis

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *